Menurut saya, efek kata-kata maaf dan terima kasih cukup besar. Seseorang yang mengatakan maaf akan terus dilatih untuk rendah hati, dan selalu introspeksi. Sedangkan dari kata-kata terima kasih akan muncul rasa menghargai orang lain sekecil apapun. Akan terwujud hubungan yang harmonis, saling menghargai dan menghormati hak dan kewajiban orang lain. Karena saling menghargai ini mungkin kita akan jauh lebih berhati-hati dalam berkendaraan di jalan. Kita tidak akan parkir mobil sembarangan karena bisa jadi membuat tidak nyaman pengguna jalan lainnya. Kita akan lebih patuh menataati peraturan, karena bila tidak, kita khawatir akan merugikan orang lain. Kita tidak lagi membuang sampah sembarangan karena lingkunga akan menjadi kotor karenanya. Kita akan suka rela antri dengan tertib, dst.
Menjelang akhir bulan Juli lalu, saya sempat terperangah dengan Judul Berita di beberapa media massa, baik cetak maupun online, yang berbunyi “Gubernur Jateng Minta Maaf….” , terkait belum selesainya beberapa pekerjaan jalan menjelang lebaran. Bila memperhatikan urgensi selesainya pekerjaan jalan tepat pada waktunya, memang sangat besar. Karena menyangkut hajat orang banyak yang secara hamper bersamaan menggunakannya sebagai sarana tradisi mudik dan silaturrahim di hari lebaran. Karena itu, bisa dimaklumi bila nantinya akan banyak masyarakat yang akan kecewa, karena terjebak kemacetan karena penyempitan jalan, akibat sedang dalam perbaikan. Karena itu pula, wajar saja, bila Permintaan Maaf Gubernur tersebut dianggap wajar. Yang menjadi Tidak Wajar kemudian menurut saya adalah, karena selama ini kita jarang mendengar Permintaan Maaf dari seorang Pemimpin, ataupun pejabat yang melakukan kesalahan, apalagi kesalahan tersebut bukan merupakan kesalahannya secara langsung.
Bila kita tengok ke belakang, sudah berapa Kepala Daerah, Bupati/Walikota di Jawa Tengah yang melakukan kesalahan, ataupun ‘gagal’ memimpin daerahnya menjadi lebih maju, serta berapa banyak Kepala SKPD yang tidak sukses memanage dinas instansinya…? Namun berapa banyakkah dari sekian kesalahan itu ada yang meminta maaf…? Saya kok belum pernah mendengarnya, ya…? Karena itu, dalam kesempatan ini, secara pribadi saya memberikan Apresiasi pada H. Bibit Waluyo, Gubernur Jawa Tengah, yang secara Ksatria berani mengucapkan Permintaan Maaf, meskipun kesalahannya tidak secara langsung merupakan tanggungjawabnya.
Sebagai Gubernur yang berasal dari kalangan militer dan berpangkat Jenderal, wajar saja bila di awal pemerintahannya masih bergaya militant, karena kebiasaanya membangun disiplin yang tinggi. Dan meskipun Jawa Tengah sudah terbiasa dinahkodai pemimpin yang berasal dari militer, namun karena Visi dan Misi yang berbeda dari sebelumnya, membuat kalangan birokrat juga sempat tidak siap. Kini, gaya dan model militer tersebut sudah mulai membaur, akibat dampak visi misi yang diusungnya pula, yaitu Bali nDesa Bangun Desa, yang mengandung konsekwensi pula, bahwa meskipun seorang jenderal, tapi dirinya adalah ‘wong ndesa’, demikian sebaliknya, meskipun dirinya adalah orang desa, tetapi sebagai jenderal, harus bisa membangun dengan pola tepat guna dan sasaran.
Pada tanggal 23 Agustus 2010, adalah tepat dua tahun Kepemimpinan Bibit Waluyo – Rustriningsih sebagai Gubernur dan wakil Gubernur Jawa Tengah. Masih terlalu dini, untuk mengatakan bahwa kepemimpinannya gagal, ataupun berhasil dengan program serta visi misi yang diusungnya. Namun setidaknya, irama yang dibawakan berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, dan harus diakui pula, sedikit banyak telah terjadi perbaikan disana-sini. Meskipun masih tersisa lebih dari separuh waktu kepemimpinan, rasanya tidak ada salahnya bila kembali saling mengingatkan, bahwa masih terlalu banyak warga desa yang memerlukan sentuhan, masih banyak desa yang harus dibangun, masih banyak sekali warga Jawa Tengah yang kesulitan, bahkan kadang teraniaya…
Kembali pada Permintaan Maaf Gubernur Jawa Tengah, alangkah indahnya bila hal tersebut dijadikan moment kebangkitan budaya yang luhur yang perlu dicontoh oleh Kepala Daerah se Jawa Tengah, serta seluruh Kepala SKPD. Alangkah eloknya, bila Kepala SKPD yang notabene adalah “Komandan” pada Satuan Kerja, bersikap Ksatria dan mau Minta Maaf, tidak melempar kesalahan Kesatuannya sebagai kesalahan Anak Buahnya, serta tidak membuat-buat pembelaan untuk mempertahankan konditenya, dan yang paling penting, tidak membuat laporan Asal Bapak Senang…***gus_bs
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l:
Posting Komentar